Friday, August 14, 2020

Mujahadah An Nafs / Kontrol Diri

 

Mujahadah An Nafs

 

  1. Pengertian Mujahadah An-Nafs

Mujahadah an-Nafs berasal dari bahasa Arab yang terdiri atas dua kata, yakni mujahadah yang artinya kesungguhan dalam mengendalikan sesuatu dan an-Nafs yang artinya diri pribadi. Jadi, mujahadah an-Nafs adalah kesungguhan dalam mengendalikan diri pribadi atau sikap kontrol diri.

Mujahadah An-Nafs juga dapat diartikan sebagai perjuangan sungguh-sungguh atau jihad untuk melawan ego atau nafsu pribadi. Jihad atau memerangi hawa nafsu pribadi merupakan salah satu hal yang penting, sampai Nabi menyebutnya sebagai Jihad Akbar yang nilainya bahkan lebih utama dibandingkan dengan jihad memerangi orang-orang kafir.

Mujahadah an nafs sering disebut juga dengan kontrol diri, yaitu perjuangan sungguh-sungguh atau jihad melawan ego atau nafsu pribadi. Kontrol diri seringkali diartikan sebagai kemampuan untuk menyusun, membimbing, mengatur dan mengarahkan bentuk perilaku yang dapat membawa kearah konsekuensi positif, kontrol diri pun merupakan salah satu potensi yang dapat dikembangkan dan digunakan individu selama proses-proses dalam kehidupan.

Jika kita menilik secara hakiki, nafsu diri atau disebut sebagai hawa nafsu merupakan poros kejahatan. Karena, nafsu diri memiliki kecenderungan untuk mencari berbagai kesenangan. Inilah kenapa Nabi Muhammad SAW menegaskan bahwa jihad melawan nafsu lebih dahsyat daripada jihad melawan musuh.

Sikap kontrol diri atau mujahadah an-Nafs merupakan satu sikap yang diajarkan dalam Islam agar manusia mampu menjadi pribadi yang tidak selalu mengedepankan hawa nafsu dan emosinya dalam menjalani kehidupan. Akan tetapi, mampu mengendalikan emosi dan hawa nafsunya dengan selalu mengedepankan kejernihan hati dan pikiran serta perilaku mulia yang dapat meninggikan derajatnya di hadapan Allah swt.


Rasulullah saw. Bersabda yang artinya

“Orang yang cerdas adalah orang yang mampu mengendalikan dirinya dan beramal untuk kehidupan setelah mati” (H.R. Tarmidzi: 2383)

Diantara tanda kecintaan seorang hamba kepada Allah SWT., yaitu dia yang mengutamakan perkara yang disukai-Nya daripada mengutamakan kehendak nafsu pribadinya. Orang-orang yang sanggup melawan hawa nafsu adalah mereka yang beriman kepada Allah swt. dan hari akhir, inilah kekuatan yang ada dalam diri umat Islam.

Rasulullah SAW. Bersabda yang artinya

“Dan saya juga mendengar Rasulullah saw. Bersabda, “Mujahid adalah orang yang berjihad terhadap jiwanya” (H.R. Ahmad)

Perang melawan hawa nafsu merupakan jihad akbar, yang nilainya lebih utama dibanding jihad memerangi orang-orang kafir, yang sering disebut jihad kecil (al jihad al asghar) oleh Rasulullah SAW.

Rasulullah SAW. Bersabda yang artinya

“Nabi Muhammad SAW. Bersabda: Telah kembalilah kita dari sebuah perlawanan yang kecil (perang Badar dengan orang Kaum Kafir Quraisy waktu itu), menuju peperangan yang agung, bertanyalah para sahabat: Ya Rasulullah, apa yang engkau maksudkan peperangan yang besar? Rasul menjawab: Perang melawan hawa nafsu”

Mujahadah An-Nafs adalah perjuangan sungguh-sungguh atau jihad untuk melawan ego atau nafsu pribadi. Jihad atau memerangi hawa nafsu pribadi merupakan salah satu hal yang penting, sampai Nabi menyebutnya sebagai Jihad Akbar yang nilainya bahkan lebih utama dibandingkan dengan jihad memerangi orang-orang kafir.

 

  1. Macam-macam Nafsu

Menurut Al-Qur’an nafsu dibagi menjadi tiga, yaitu :

  1. Nafsu Ammarah,

yaitu nafsu yang mendorong manusia kepada keburukan (QS Yusuf [12] ayat 53)

وَمَا أُبَرِّئُ نَفْسِي إِنَّ النَّفْسَ لَأَمَّارَةٌ بِالسُّوءِ

“dan aku tidak membebaskan diriku (dari kesalahan), karena Sesungguhnya nafsu itu selalu menyuruh kepada kejahatan” (Q.S Yusuf [12] : 53)

  1. Nafsu Lawwamah,

yaitu nafsu yang menyesali setiap perbuatan buruk (QS Al-Qiyamah [75] ayat 2)

وَلَا أُقْسِمُ بِالنَّفْسِ اللَّوَّامَةِ

“dan aku bersumpah dengan jiwa yang Amat menyesali (dirinya sendiri)” (Q.S Al-Qiyamah [75] : 2)

  1. Nafsu Muthmainnah,

yaitu nafsu yang tenang (QS Al-Fajr [89] ayat 27-28)

يَا أَيَّتُهَا النَّفْسُ الْمُطْمَئِنَّةُ (27) ارْجِعِي إِلَى رَبِّكِ رَاضِيَةً مَرْضِيَّةً (28)

“Hai jiwa yang tenang Kembalilah kepada Tuhanmu dengan hati yang puas lagi diridhai-Nya” (Q.S Al-Fajr [89] : 27-28)


 

  1. Dalil tentang Mujahadah An-Nafs
  1. Ayat Al-Qur’an QS. Al-Anfal ayat 72

إِنَّ الَّذِينَ آَمَنُوا وَهَاجَرُوا وَجَاهَدُوا بِأَمْوَالِهِمْ وَأَنْفُسِهِمْ فِي سَبِيلِ اللَّهِ وَالَّذِينَ آَوَوْا وَنَصَرُوا أُولَئِكَ بَعْضُهُمْ أَوْلِيَاءُ بَعْضٍ وَالَّذِينَ آَمَنُوا وَلَمْ يُهَاجِرُوا مَا لَكُمْ مِنْ وَلَايَتِهِمْ مِنْ شَيْءٍ حَتَّى يُهَاجِرُوا وَإِنِ اسْتَنْصَرُوكُمْ فِي الدِّينِ فَعَلَيْكُمُ النَّصْرُ إِلَّا عَلَى قَوْمٍ بَيْنَكُمْ وَبَيْنَهُمْ مِيثَاقٌ   وَاللَّهُ بِمَا تَعْمَلُونَ بَصِيرٌ (الأنفال : 72)

“Sesungguuhnya orang-orang yang beriman dan berhijrah serta berjihad dengan harta dan jiwanya pada jalan Allah dan orang-orang yang memberikan tempat kediaman dan pertolongan (kepada muhajirin), mereka itu satu sama lain saling melindungi. Dan (terhadap) orang-orang yang beriman tetapi belum berhijrah, maka tidak ada kewajiban sedikit pun bagimu melindungi mereka, sampai mereka berhijrah. (tetapi) jika mereka meminta pertolongan kecuali terhadap kaum yang telah terikat perjanjian antara kamu dengan mereka. Dan Allah SWT Maha Melihat apa yang kamu kerjakan” (Q.S Al-Anfal : 72)


Kandungan Surah Al Anfal Ayat 72

* Kandungan Surah Al Anfal ayat 72 dapat dijabarkan sebagai berikut:

a.      Allah memberikan derajat tertinggi dan mulia disisi Allah bagi orang yang berhijrah bersama Nabi Muhammad SAW. Nabi yang rela berkorban dan meninggalkan nafsu duniawi dan memilih berjuang di jalan Allah.

b.      Hendaknya umat islam turut berjuang di jalan Allah, bersedia menanggung segala resiko dan duka perjuangan dan siap berkorban dengan harta dan jiwa.

c.       Umat Islam hendaknya bertindak sesuai dengan ketentuan-ketentuan yang telah ditetapkan ALLAH SWT. Karena Allah selalu melihat dan mengetahui apa yang dilakukan hamba-Nya.

 

* Isi & Kandungan ayat

- Jalinan kasih sayang harus senantiasa saling melindungi antar kaum muslim

- Sesama orang beriman harus saling membantu, menolong dan memperkuat, terutama saat menghadapi musibah dan kesulitan.

- Perlu kesungguhan bagi setiap muslim untuk bersama-sama memikul beban berat perjuangan.

- Keberhasilan dan kesusksesan sangat dipengaruhi komitmen yang tinggi, ikhtiar yang sungguh-sungguh dan kebersamaan dalam merasakan suka dan duka

- Perlunya umat melakukan hijrah di saat menghadapi situasi dan kondisi yang serba tidak menentu.

 

  1. Hadis Nabi SAW

Sabda Rasulullah SAW

قال رسول الله صلى الله عليه وسلم : لَيْسَ الشَّدِيدُ بِالصُّرَعَةِ ، إِنَّمَا الشَّدِيدُ الَّذِى يَمْلِكُ نَفْسَهُ عِنْدَ الْغَضَبِ

“ Rasulullah SAW bersabda : Bukanlah orang kuat itu yang (biasa menang) saat bertarung/bergulat, tetapi orang kuat itu adalah yang (mampu) mengendalikan nafsunya ketika marah” (H.R Bukhari, Muslim, Ahmad)

 

Makna dan kandungan hadits

-Pengertian kuat dalam islam bukan yang selalu menang daat bertarung, berkelahi atau bergulat

-Pentingnya kontrol atau mawas diri ketika meniti kehidupan.

-Kemenangan dan keberhasilan hanya dapat diraih oleh orang-orang yang mampu mengendalikan dirinya, meredam hawa nafsunya saat marah, dan selalu meningkatkan kesabaran saat ditimpa musibah, masalah, dan duka nestapa.

 

  1. Tingkatan Mujahadah an-Nafs

Ibnul Qayyim Al Jauziyah berkata: Melawan jiwa itu ada empat tingkatan,

  1. Mujahadatu an-nafs dalam ta’limul huda wa dinil haq (mengenal petunjuk dan agama yang benar).
  2. Mujahadatu an-nafs dalam mengamalkan petunjuk dan agama yang benar itu setelah mengilmuinya.
  3. Mujahadatu an-nafs dalam ad-da’wah ilal haq (dakwah kepada kebenaran).
  4. Mujahadatu an-nafs dalam kesabaran menghadapi kesulitan dakwah ila-Lillah dan kejahatan manusia, serta menjalani itu semua karena Allah.

Akhir dari itu semua, apabila seseorang menyempurnakan empat tingkatan tersebut, jadilah ia bagian dari rabbaniyyin.

 Sesungguhnya orang-orang terdahulu telah sepakat bahwa seorang berilmu tidaklah berhak disebut sebagai seorang rabbani sampai ia mengenal kebenaran, mengamalkan, dan mengajarkannya; maka siapa berilmu dan beramal serta mengajar akan mendapat seruan agung dari kerajaan langit (Zadul Ma’ad, 3/10).

 

 

  1. Ciri-ciri Mujahadah An Nafs (Kontrol Diri)

Ciri-ciri seseorang yang mempunyai kontrol diri antara lain :

a.      Kemampuan untuk mengontrol perilaku yang ditandai dengan kemampuan mengahadapi situasi yang tidak diinginkan.

b.      Kemampuan menunda kepuasan dengan segera mengatur perilaku.

c.       Kemampuan mengantisipasi peristiwa dengan mengantisipasi keadaan melalui pertimbangan secara objektif.

d.      Kemampuan menafsirkan peristiwa dengan melakukan penilaian dan penafsiran suatu keadaan dengan cara memperhatikan segi-segi positifnya.

e.       Kemampuan mengontrol keputusan.

Orang yang rendah kemampuan mengontrol diri cenderung akan reaktif dan terus tidak stabil

 

 

  1.  Contoh Kegiatan dalam mempraktekan Mujahadah An-Nafs
  1. Menunaikan shalat 5 waktu tepat pada waktunya
  2. Menunaikan shalat berjama’ah sesering mungkin
  3. Mendirikan shalat dengan khusyuk
  4. Berbuat baik kepada orang tua, baik yang masih hidup atau sudah meninggal
  5. Menjadi rahmat di lingkungan sosial
  6. Membersihkan hati dari rasa sombong, ria, dendam, dan dengki
  7. Memelihara lisan dari perkataan bohong, guningan, dan berbantah-bantahan.
  8. Membersihkan usaha dan makanan dari yang haram
  9. Bertaubat kepada Allah SWT dengan sebenar-benarnya taubat

 

Contoh penerapan Mujahada An-Nafs selama pandemic korona

  1. Selalu menggenakan masker setiap keluar rumah.
  2. Sering-sering mencuci tangan dengan sabun setiap mau keluar / masuk rumah.
  3. Tidak bergerombol dan Menjaga jarak.
  4. Memanfaatkan smartphone untuk belajar/ mengerjakan tugas sekolah.
  5. Membuka google classroom, membaca materi guru dan mengerjakan tugas yang diberikan oleh guru.
  6. Memanfaatkan bantuan Kuota Internet dari sekolah untuk belajar.


G.    Manfaat Mujahadah An-Nafs

  1. Menundukkan hawa nafsu sehingga taat kepada Allah.
  2. Menjauhkan nafsu dari syahwat dan menghalangi qalbu dari angan-angan serta tenggelam dalam kelezatan dunia.
  3. Mengembalikan kesabaran terhadap tekanan-tekanan ujian dan mengembalikannya kepada ketaatan serta memusuhi kemaksiatan.
  4. Jalan yang lurus yang menyampaikan kepada keridhoan Allah dan surga-Nya.
  5. Memusnahkan syaitan dan bisikan-bisikannya.
  6. Menahan hawa nafsu adalah kebaikan dunia dan akhirat

No comments:

Post a Comment