Wednesday, October 26, 2022

Asuransi Syariah

 

ASURANSI SYARIAH


Pengertian Asuransi Syariah

Asuransi syariah atau juga dikenal dengan asuransi takaful yaitu berasal dari bahasa Arab dari kata dasar takafala, Yatakafalu, Kuflan ( تكافل – يتكافل – كافلا ) yang artinya saling menanggung atau menanggung bersama. Menurut istilah asuransi syariah atau takaful adalah pengaturan risiko yang memenuhi ketentuan syariah, tolong menolong (symbiosis mutualisme) yang melibatkan peserta asuransi dan pengelola, serta berdasarkan pada ketentuan Al-Qur`an dan sunah.

Sedangkan asuransi syariah menurut Undang-undang Nomor 40 Tahun 2014 ini adalah kumpulan perjanjian antara pemegang polis dengan perusahaan asuransi syariah dalam rangka pengelolaan kontribusi berdasarkan prinsip syariah guna saling tolong-menolong dan melindungi.

 

Sejarah Asuransi Syariah

Perusahaan asuransi yang pertama kali berdiri di Indonesia diprakarsai oleh pemerintah Hindia Belanda bergerak di bidang asuransi sektor perkebunan yang bernama Bataviasche Zee End Brand Asrantie Maatscappij pada tahun 1843. Asuransi tersebut mencakup segala risiko yang diakibatkan oleh kebakaran dan risiko kecelakaan pada saat pengangkutan hasil perkebunan. Berturut-turut kemudian berdirilah perusahaan-perusahaan asuransi lain, namun setelah penjajahan Jepang, perekonomian Indonesia mengalami kekacauan sehingga banyak perusahaan asuransi yang bangkrut.

 

Adapun perusahaan asuransi syariah pertama yang lahir di Indonesia, diawali dari kepedulian yang tulus dari Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI). ICMI bekerja sama dengan PT Asuransi Jiwa Tugu Mandiri, Bank Muamalat Tbk., Departemen Keuangan RI dan beberapa pengusaha muslim Indonesia, dengan bantuan teknis dari Syarikat Takaful Malaysia, Bhd. Kemudian melalui Tim Pembentuk Asuransi Takaful Indonesia (TEPATI) didirikanlah PT Syarikat Takaful Indonesia (Takaful Indonesia) pada tanggal 24 Februari 1994 yang diresmikan oleh Menristek/Kepala BPPT BJ Habibie sebagai perusahan perintis pengembangan asuransi syariah yang pertama di Indonesia.

Dasar Hukum Asuransi Syariah

Hukum Asuransi dalam Al-Qur`an dan Hadis

Surat al-Maidah Ayat 2

..... ۘ وَتَعَاوَنُوا۟ عَلَى ٱلْبِرِّ وَٱلتَّقْوَىٰ ۖ وَلَا تَعَاوَنُوا۟ عَلَى ٱلْإِثْمِ وَٱلْعُدْوَٰنِ ۚ ..... ...

“Dan tolong menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong menolong dalam berbuat dosa dan permusuhan”

 

Hadis Riwayat Muslim dari Abu Hurairah RA

“Diriwayatkan dari Abu Hurairah RA, Nabi Muhammad Saw bersabda: Barang siapa yang menghilangkan kesulitan duniawi seorang mukmin, maka Allah Swt. akan menghilangkan kesulitannya pada hari kiamat. Barangsiapa yang mempermudah kesulitan seseorang, maka Allah Swt. Akan mempermudah urusannya di dunia dan di akhirat” (HR. Muslim).

Hukum Asuransi Menurut Para Fuqaha

Perbedaan pendapat di kalangan ulama fikih tentang hukum asuransi, sejak pertama kali dikaji hingga saat ini, masih terus berlanjut. Ada golongan ulama fikih yang menyatakan hukum asuransi itu mubah, sementara golongan yang lain menyatakan haram.

 

Dan perbedaan pendapat tentang asuransi itu pun juga tidak lepas pada pembahasan mengenai status hukum asuransi syariah atau takaful. Bahkan di Indonesia ada yang menyatakan baik asuransi konvensional maupun asuransi syariah, keduanya sama-sama haram. Alasannya adalah karena pertimbangan adanya aspek riba dan gharar (transaksi bisnis yang mengandung ketidakpastian).

 

Para ahli fikih klasik, tidak ada yang membahas tentang persoalan asuransi. Sehingga tidak ditemukan dalil yang melarang praktik asuransi. Hal itulah kemudian yang menjadi alasan golongan ulama fikih membolehkan asuransi karena berpegang pada kaidah ushul fikih: hukum asal sesuatu adalah boleh, kecuali ada dalil yang mengharamkannya”.

Di sisi lain ada pendapat ketiga yang disampaikan oleh para ulama fikih kontemporer yang menyatakan bahwa asuransi terbagi menjadi dua macam yaitu asuransi tijari atau asuransi yang bersifat komersil dan profit oriented maka hukumnya haram. Alasannya pada asuransi tijari ini terdapat praktik riba dan gharar. Dan yang kedua adalah asuransi ta’awuni atau tabarru’, yang merupakan asuransi sosial dan landasannya adalah tolong menolong sehingga para ulama bersepakat, hukum asuransi ini mubah atau boleh.

Hukum Asuransi Syariah di Indonesia

Fatwa MUI Nomor 21/DSN-MUI/X/2001 tersebut mempertegas kehalalan asuransi syariah yang di antaranya mengatur tentang prinsip umum dan akad asuransi syariah. Dengan demikian jaminan perlindungan/takaful yang ditawarkan melalui program asuransi syariah ini jelas hukumnya halal sesuai dengan fatwa yang diterbitkan oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI).

Rukun, Syarat dan Larangan Asuransi Syariah

Rukun Asuransi Syariah

1.     Kafil;

yaitu orang yang menjamin (baligh, berakal, bebas berkehendak, tidak tercegah membelanjakan hartanya).

  • Makful lah;

yaitu orang yang berpiutang disarankan sudah dikenal oleh kafil.

  • Makful ‘anhu;

yaitu orang yang berhutang.

  • Makful bih;

yaitu utang, baik barang maupun uang disyaratkan diketahui dan jumlahnya tetap.

Syarat dan Larangan Asuransi Syariah

1.     Baligh

2.     Berakal

3.     Bebas berkehendak (tidak dalam paksaan)

4.     Tidak sah transaksi atas sesuatu yang tidak diketahui (gharar)

5.     Tidak sah transaksi jika mengandung unsur riba

6.     Tidak sah transaksi jika mengandung praktik perjudian (maisir)

Unsur-Unsur Asuransi Syariah

1.     Pihak tertanggung

2.     Pihak penanggung

3.     Akad atau perjanjian asuransi

4.     Pembayaran iuran (premi)

5.     Kerugian, kerusakan atau kehilangan (yang diderita tertanggung)

6.     Peristiwa yang tidak bisa diprediksi

Tujuan Asuransi Syariah

Tujuan asuransi syariah adalah untuk melindungi peserta asuransi dari kemungkinan terjadinya risiko yang tidak bisa diprediksi.

Prinsip Asuransi Syariah

1.     Tauhid

2.     Keadilan

3.     Ta’awun (tolong-menolong)

4.     Kerjasama

5.     Amanah (trustworthy)

6.     Kerelaan (ridla)

7.     Larangan praktik riba

8.     Larangan praktik gharar

9.     Larangan praktik judi (maisir)

Manfaat Asuransi Syariah

1.     Merupakan cerminan dari perintah Allah Swt. dan Rasulullah Saw. Untuk saling tolong menolong alam kebaikan

2.     Menumbuhkan rasa persaudaraan dan kepedulian antar sesama anggota

3.     Melindungi diri dari praktik-praktik muamalah yang tidak bersyariat

4.     Memberikan jaminan perlindungan dari risiko kerugian yang diderita oleh hanya satu pihak

5.     Efisien, dikarenakan tidak perlu lagi mengalokasikan biaya, waktu dan tenaga tersendiri untuk memberikan perlindungan diri

6.     Sharing cost, yaitu cukup hanya dengan membayar biaya dengan jumlah tertentu, dan tidak perlu membayar sendiri jumlah biaya kerugian yang timbul karena sesuatu yang tidak bisa diprediksi.

7.     Menabung, karena premi yang dibayarkan kepada pihak asuransi, pada saat jatuh tempo akad selesai, maka uang tersebut akan dikembalikan kepada peserta asuransi.

No comments:

Post a Comment