BANK SYARIAH
Pengertian Bank Syariah
Menurut Undang-undang Nomor 21 tahun 2008 tentang Perbankan
Syariah, pengertian bank syariah adalah bank yang menjalankan kegiatan usahanya
berdasarkan prinsip syariah, yang terdiri dari Bank Umum Syariah dan Bank
Rakyat Syariah.
Bank syariah merupakan lembaga keuangan yang berbasis syariah
Islam. Dalam skala yang luas, bank syariah merupakan lembaga keuangan yang
memposisikan dirinya sebagai pemain aktif dalam mendukung dan memainkan iklim
investasi bagi masyarakat. Bank syariah mendorong masyarakat untuk berinvestasi
dengan memanfaatkan produk-produk yang dikeluarkan oleh mereka, di samping itu,
bank syariah juga aktif dalam mengembangkan investasi di masyarakat.
Sejarah Bank Syariah
Bank syariah yang pertama kali didirikan di Indonesia adalah
Bank Muamalat Indonesia pada tahun 1991. Inisiatif pendirian bank syariah ini
dimulai sejak tahun 1990 ketika Majelis Ulama Indonesia (MUI) membentuk
kelompok kerja untuk mendirikan Bank Islam di Indonesia. MUI menyelenggarakan
lokakarya tentang bunga bank dan perbankan di Cisarua, Bogor, Jawa Barat pada
tanggal 18-20 Agustus 1990.
Selanjutnya hasil lokakarya tersebut dibahas secara mendalam
pada Musyawarah Nasional IV MUI pada tanggal 22-25 Agustus 1990 di Jakarta yang
menghasilkan amanat untuk pembentukan kelompok kerja bank Islam di Indonesia.
Kelompok kerja yang kemudian disebut dengan Tim Perbankan MUI ini bertugas
untuk melakukan komunikasi dan pendekatan kepada pihak-pihak yang terkait
dengan proses pendirian Bank Islam tersebut.
Dan hasil dari kinerja Tim Perbankan MUI inilah yang kemudian
melahirkan bank syariah yang pertama di Indonesia yaitu PT. Bank Muamalat
Indonesia (BMI) pada tanggal 1 Nopember 1991 dan resmi beroperasi sejak tanggal
1 Mei 1992. Sejak saat itulah, kemudian dalam kurun waktu dua decade
pertumbuhan dan capaian dalam sistem keuangan syariah terjadi dengan begitu
pesat. Baik dari aspek institusional, infrastruktur, perangkat regulasi dan
sistem pengawasan, maupun awareness dan literasi masyarakat terhadap layanan
jasa perbankan syariah.
Dasar Hukum Perbankan
Syariah
Regulasi tentang perbankan syariah di Indonesia diatur dalam UU
Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan, yang kemudian dirubah dengan UU Nomor 10
Tahun 1998 tentang Perubahan atas UU Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan dan
UU Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah.
UU Nomor 7 Tahun 1992 lebih banyak mengatur tentang perbankan
konvensional, sehingga tidak terlalu banyak pasal yang mengatur tentang
perbankan syariah. Salah poin dari UU ini, yaitu pada pasal 1 butir (12) hanya
menyebutkan bahwa bank boleh beroperasi berdasarkan prinsip bagi hasil (profit
sharing) tetapi belum menyebutkan secara eksplisit tentang istilah bank
syariah. Sesuai dengan perkembangannya, kemudian pada tahun 1998 UU Nomor 7
Tahun 1992 tentang Perbankan ini diamandemen dengan UU Nomor 10 Tahun 1998.
Berbeda dengan UU sebelumnya, pada UU Nomor 10 Tahun 1998 ini mengatur secara
jelas bahwa baik bank umum maupun Bank Perkreditan Rakyat (BPR) dapat
beroperasi dan melakukan pembiayaan berdasarkan prinsip syariah.
UU Nomor 10 Tahun 1998 ini yang kemudian menjadi landasan hukum
operasional perbankan syariah, sehingga keberadaannya semakin kuat, dan jumlah
bank syariah pun meningkat secara signifikan dari tahun ke tahun.
Kegiatan dan Usaha Bank
Syariah
Penghimpun
Dana
- Penghimpunan
Dana dengan Prinsip Wadiah
Wadiah adalah titipan dari satu pihak ke
pihak yang lain baik sebagai individu maupun atas nama badan hukum yang harus
dijaga dan dikembalikan oleh penerima titipan kapan pun pihak yang menitipkan
hendak mengambilnya. Wadiah ini terdiri dari dua macam yaitu:
1.
Wadiah
yad dlamanah yaitu titipan yang selama belum dikembalikan kepada pihak yang
menitipkan boleh dimanfaatkan oleh pihak penerima titipan.
2.
Wadiah
yad amanah yaitu pihak yang menerima titipan tersebut, tidak boleh mengambil
manfaat atas barang yang dititipkan tersebut sampai pihak yang menitipkan
mengambilnya kembali.
- Penghimpunan
Dana dengan Prinsip Mudharabah
Mudharabah adalah perjanjian kerjasama
atas sebuah usaha di mana pihak pertama bertindak sebagai penyedia dana
(shahibul maal) dan pihak kedua bertanggungjawab untuk pengelolaan usaha
(mudharib). Mudharabah terbagi menjadi tiga macam yaitu:
1.
Mudharabah
Muthlaqah yaitu sistem mudharabah yang memberikan kuasa penuh kepada pengelola
untuk menjalankan usahanya tanpa batasan apa pun yang berkaitan dengan usaha
tersebut.
2.
Mudharabah
Muqayyadah yaitu sistem mudharabah di mana pemilik dana memberikan batasan
kepada mudharib dalam pengelolaan dana berupa jenis usaha apa pun yang dijalankan,
tempat, pemasok maupun target konsumennya.
3.
Mudharabah
Musytarakah yaitu sistem mudharabah di mana pihak pengelola dana menyertakan
modalnya dalam kerjasama investasi.
Penyaluran
Dana
Jual
Beli
- Jual
beli dengan skema murabahah
Yaitu penjual menyampaikan harga perolehan suatu barang dan
menyepakati keuntungan yang akan diambil bersama dengan pembeli. Dalam hal ini
bank syariah bertindak sebagai penjual dan nasabah bertindak sebagai pembeli.
Contoh: dalam jual beli sebidang tanah, Bank Syariah akan menyampaikan harga
perolehan misalnya Rp.100.000.000,00 kepada nasabah. Kemudian bank dan nasabah
menyepakati bahwa harga jual tanah itu adalah Rp105.000.000,00 sehingga
disepakati bahwa bank mengambil keuntungan sebesar Rp5.000.000,00 secara
terbuka kepada nasabah
- Jual
beli dengan skema salam
Yaitu jual beli di mana seorang nasabah akan melakukan pelunasan
pembayaran terhadap harga yang disepakati terlebih dahulu sebelum barang
diterima. Contoh: dalam jual beli sebuah unit rumah di kompleks perumahan,
seorang pembeli akan membayar lunas terlebih dahulu harga yang disepakati
misalnya Rp250.000.000,00 baru kemudian setelah pembayaran dilakukan, 1 unit
rumah tersebut akan diserahkan oleh pihak bank (selaku penjual) kepada nasabah
(selaku pembeli).
- Jual
beli dengan skema istishna’
Yaitu jual beli yang dilakukan
berdasarkan pada pemberian tugas dari pembeli kepada penjual yang juga produsen
untuk menyediakan barang atau produk sesuai dengan kualifikasi yang disyaratkan
pembeli dan menjualnya kembali dengan harga yang disepakati. Contoh:
nasabah mempercayakan pengadaan satu set perangkat computer jaringan dengan
spesifikasi dan harga yang disepakati kepada produsen/provider yang dalam hal
ini merupakan rekanan dari pihak bank syariah.
Investasi
- Mudharabah
Yaitu persetujuan kerja sama antara
pemilik modal dengan seorang pekerja, untuk mengelola uang dari pemilik modal
dalam kegiatan bisnis tertentu dengan kesepakatan apabila mendapat keuntungan
maka dilakukan bagi hasil, namun apabila menderita kerugian, maka hanya
ditanggung oleh pemilik modal.
- Musyarakah
Yaitu perjanjian kerja sama investasi antara dua pihak atau
lebih untuk menjalankan sebuah usaha yang halal dan produktif dengan
kesepakatan apabila mendapatkan keuntungan, maka akan dibagi berdasarkan
prosentase investasi yang ditanamkan, dan apabila menderita kerugian maka akan
ditanggung bersama secara proporsional.
Sewa-menyewa
- Ijarah
Yaitu transaksi perpindahan hak pakai (manfaat) suatu barang dan
jasa dalam waktu tertentu dengan cara membayar sewa atau upah tanpa melalui
merubah status kepemilikan. Contoh: seseorang yang menyewa sebuah rumah toko
(ruko) untuk usaha dengan membayar sejumlah uang sewa yang disepakati kepada
pemilik ruko, untuk mendapatkan hak guna (hak pakai) dalam waktu tertentu.
- Ijarah
mumtahiya bittamlik
Yaitu merupakan kombinasi antara sewa-menyewa, jual beli dan
hibah, di mana pihak yang menyewakan, berjanji akan menjual barang yang
disewakan, pada akhir periode. Contoh: pemilik ruko menyewakan rukonya kepada
seorang pengusaha dengan menerima sejumlah uang sewa yang disepakati selama
waktu tertentu. Kemudian setelah masa menyewa selesai, pemilik ruko berjanji
untuk menjual ruko tersebut kepada pihak penyewa.
Jasa
Pelayanan
Wakalah
Yaitu serah terima dari seseorang kepada orang lain untuk
mengerjakan sesuatu yang tidak dapat ia lakukan. Dalam hal melaksanakan
perwakilan ini, seseorang tidak bisa mewakilkan lagi amanah tersebut kepada
orang lain. Contoh: Amir meminta kepada Hasyim untuk menjualkan mobilnya dengan
harga Rp100.000.000,00. Maka Hasyim merupakan wakalah dari Amir dan Hasyim
tidak bisa mewakilkan kembali kepada orang lain hingga mobil tersebut dapat
terjual.
Hawalah
Yaitu transaksi yang timbul karena salah satu pihak memindahkan
tagihan utang seseorang kepada orang lain yang menanggungnya. Contoh: Ahmad
berhutang kepada Bambang sebesar Rp1.000.000,00. Tetapi Ahmad pun memiliki uang
yang dipinjam oleh Zaenal sejumlah Rp1.000.000,00. Sehingga pada saat Bambang
menagih hutang Ahmad, Ahmad bisa meminta kepada Bambang untuk menagih hutangnya
kepada Ahmad dengan jumlah yang sama.
Kafalah
Yaitu pemberian jaminan yang dilakukan oleh pihak pertama, kepada
pihak kedua, di mana pihak pertama bertanggungjawab kembali atas pembayaran
suatu barang yang menjadi hak pihak kedua. Contoh : Bank syariah mengeluarkan
surat jaminan bagi nasabahnya yang menyewa/membeli sepeda motor secara kredit
kepada perusahaan leasing.
Rahn
Yaitu menahan aset (harta) nasabah sebagai agunan atau jaminan
tambahan pada pinjaman yang diberikan. Dalam perekonomian konvensional rahn
sama dengan gadai.
Perbedaan Bank Syariah vs Bank Konvensional :
1. Hukum bank syariah berdasarkan syariah islam berdasarkan
Al-Qur'an dan Hadist serta Fatwa Ulama (MUI) sedangkan bank konvensionalnya
berdasarkan Hukum positif yang berlaku di Indonesia (Perdata dan Pidana)
2. Bank Syariah akan menolak pengajuan kredit yang ditujukan untuk hal-hal yang bisa melanggar hukum Islam (Hanya untuk usaha yang halal) sedangkan Penyaluran kredit pada bank konvensional bisa dilakukan pada berbagai bisnis yang dianggap aman dan menguntungkan. Selama tidak menyalahi aturan dan hukum yang berlaku.
3. Orientasi keuntungan bank syariah adalah kemakmuran dan kebahagiaan dunia dan akhirat sedangkan bank konvensional untuk kebahagiaan dunia semata.
4. Keuntungan bank syariah berdasarkan sistem bagi hasil, jual-beli dan sewa sedangkan bank konvensional keuntungannya berdasarkan sistem bunga.
5. Di bank syariah, nasabah diperlakukan sebagaimana layaknya seorang mitra karena bank dan nasabah di ikat dalam akad yang sangat transparan. Sedangkan hubungan konevnsional bank dengan nasabah lebih seperti antara debitur dan kreditur.
6. Setiap transaksi yang dilakukan oleh bank syariah selalu berada dalam pengawasan Dewan Pengawas yang terdiri dari ulama-ulama serta ahli ekonomi yang memang menguasai ilmu fikih muamalah. Sedangkan pada bank konvensional tidak ada dewan pengawas sehingga setiap transaksi yang dilakukan tidak diawasi oleh siapapun selain hukum-hukum positif yang berlaku.
Hikmah dan Manfaat Bank Syariah
1.
Manfaat
yang pertama yang akan didapatkan oleh seorang muslim jika bertransaksi di bank
syariah adalah terhindar dari riba, karena bagaimana pun hukum riba adalah
haram, sehingga dengan bertransaksi di bank syariah, akan terhindar dari
perbuatan yang haram.
2.
Transaksi
keuangan yang dilakukan berdasarkan pada syariat Islam.
3.
Keuntungan
diperhitungkan berdasarkan bagi hasil.
4.
Sistem
bagi hasil lebih rendah dan transparan.
5.
Memberikan
saldo tabungan yang rendah.
6.
Dana
nasabah dipergunakan sesuai syariah.
7.
Penabung
adalah mitra bank syariah.
8.
Dijamin
oleh Lembaga Penjamin Simpanan (LPS). Dana ditujukan untuk kemaslahatan umat.
No comments:
Post a Comment