Memahami makna Asmaul Husna
materi PAI Kelas 10 Kurikulum 2013
Marilah
kita perdalam pemahaman kita tentangnya dengan mempelajari beberapa Asmaul
Husna berikut:
1. Al-Karim
(Maha Mulia):
Mari kita pelajari QS An-Naml/27 ayat 40
:
Artinya:
“Barang siapa bersyukur, maka
sesungguhnya dia bersyukur untuk dirinya, dan barangsiapa yang ingkar maka
sesungguhnya rabbku maha cukup dan maha mulia”.
Allah memiliki sifat al-Kariim,
artinya Allah Maha Mulia, ajaranNya pun mengandung kemuliaan. Menurut kamus
besar bahasa Indonesia, mulia dimaknai dengan tinggi (derajat, pangkat,
jabatan), luhur (budi), dan bermutu tinggi.
Kemuliaan Allah tercermin dari sifat-Nya yang tidak pilih kasih dalam memperlakukan makhlkNya. Dia berikan makhluk-Nya kenikmatan yang sangat sulit dihitung. Allah tidak meminta balasan apapun dari makhluk-Nya atas segala nikmat tersebut. Sebenarnya jika kita bersyukur (berterimakasih) terhadap nikmat yang kita peroleh dari Allah, sebenarnya kita bersyukur terhadap diri kita sendiri.
Dan masih
banyak lagi nikmat Allah yang tidak akan dapat kita hitung dan kita sebutkan
satu persatu. Semuanya GRATIS, Allah tidak meminta apapun kepada kita. Allah
hanya menawarkan kepada kita, jika kita ingin hidup bahagia, sejahtera ikutilah
aturan-Nya. Tetapi jika tidak mau, kita dipersilahkan untuk memilihnya, dengan
konsekuensi hidup sesuai pilihan kita masing-masing.
Inilah
yang menunjukkan kemuliaan dan keluhuran Allah. Manusia sebagai wakil Allah,
makhluk kepercayaan Allah untuk memimpin kehidupan alam semesta ini tentu harus
memiliki sifat seperti yang kita wakili. Sebagai dasarnya Allah sudah tiupka
pada qalbu kita sifat dasar kemuliaan.
Sudahkah
kita sebagai wakil Allah lebih baik dari mahkluk Allah yang lain yang Allah
serahkan kepada kita pengelolaannya. Sudahkah kita melebihi matahari dalam
memberi manfaat kepada makhluk Allah yang lain?. Jika belum, maka sebenarnya kita
belum menjadi manusia. Karena manusia hakikatnya adalah khalifah. Manusia
adalah pemimpin bagi alam semesta ini.
Kemuliaan
yang harus melekat dan menjadi sifat manusia sebagai makhluk kepercayaan Allah
dimulai dari kesadaran diri bahwa kemuliaan hanya akan didapat dengan cara
memuliakan yang lain. Jadilah manusia yang sebenarnya dengan mempelajari buku
panduan pengelolaan alam semesta ini yang dikeluarkan oleh Allah (Al-Qur’an)
dan contoh manusia paripurna, Rasulullah Muhammad SAW. Dengan mempelajari dan
mengaplikasikan Al-quran dalam kehidupan ini akan lahirlah manusia sebenarnya
yang memiliki kemuliaan sesuai dengan yang disampaikan Allah dalam QS
At-Tiin/96:4 berikut :
Artinya: “Sungguh
Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang terbaik”
2. Al- Mu'min
(Maha
Mengaruniakan Keamanan):
Al-mu’min
adalah isim fa’il dari kata amana, yang artinya pemberi keamanan. Allah
memiliki sifat al-mu’min artinya Allah adalah zat yang maha memberikan keamanan
kepada makhlukNya. “Ya Allah, lindungilah kami dari marabahaya dan ketakutan”
inilah do’a yang sering kita panjatkan kepada Allah. Ini merupakan bukti bahwa
Allah adalah pemberi rasa aman dan pemberi ketenangan di hati manusia.
QS
Al-Quraisy/106 : 3-4 menyebutkan:
Artinya:
3. Maka
hendaklah mereka menyembah Tuhan Pemilik rumah ini (Ka'bah).
4. yang
telah memberi makanan kepada mereka untuk menghilangkan lapar dan mengamankan
mereka dari ketakutan.
Merupakan
sebuah naluri dan sifat fitrah manusia baik secara pribadi maupun sosial
cenderung untuk mendapatkan rasa aman. Karena kecenderungan inilah, manusia
sebagai khalifah harus memberikan rasa aman tersebut kepada alam semesta.
Rasulullah bersabda, “Demi Allah tidak beriman, demi Allah tidak beriman,
demi Allah tidak beriman.” Mendengar demikian para sahabat bertanya, “Siapakah
yang engkau maksudkan ya Rasulullah?” Jawab rasulullah, “Yang tidak memberikan
rasa aman tetangganya dari gangguannya.” (HR Bukhori).
Indahnya
kehidupan ini jika setiap manusia memiliki sifat al-Mu’min. Ia akan saling
memberikan rasa aman kepada sesamanya dan kepada makhluk Allah yang lain.
Memberikan rasa aman kepada orang lain dapat dilakukan dengan bersikap jujur,
amanah dan dapat dipercaya. Sikap tidak jujur dan khianat serta mencari
kesalahan orang lain dapat memicu ketidaknyamanan kehidupan orang lain. Prilaku
mencuri, korupsi, tawuran adalah beberapa perilaku yang bertolak belakang
dengan Asmaul Husna al-mu’min. Jika kita percaya bahwa Allah memiliki sifat
al-mu’min, maka jadilah khalifah yang dapat mewujudkan sifat tersebut dalam
kehidupan kita. Jadilah pemberi keamanan kepada makhluk Allah yang lain.
3. Al
Wakil (Maha Mewakili/Penolong):
Alwakiil
berasal dari kata wakala yang artinya menyerahkan dan mempercayakan suatu
urusan kepada orang lain (mewakilkan). Dalam konteks asmaul husna, Allah
al-Wakiil dapat berarti kita menyandarkan segala urusan kita kepada Allah SWT.
Dalam kehidupan, sering kita menemukan
kegagalan. Dari kegagalan ini akan lahir dua tipe manusia. Pertama tipe orang
optimis (tawakkal) yang memasrahkan dan meyakini bahwa segala urusan apapun
dalam kehidupan ini ada yang maha mengatur. Tipe manusia kedua adalah tipe
orang putus asa, orang-orang seperti inilah yang tidak menyadari bahwa dibalik
sesuatu yang kita alami, kita lihat, kita dengar, kita rasakan ada hikmah yang
harus kita ambil pelajaran untuk menjalani masa depan.
Ada seseorang yang mengatakan hidup itu
ibarat berjalan mengendarai mobil. Kaca depan dan kaca spion merupakan dua kaca
yang sangat penting diperhatikan. Kaca depan pasti lebih besar dari kaca spion.
Ini menandakan bahwa peluang kehidupan di depan lebih besar. Kita hanya perlu
melihat ke belakang melalui kaca yang kecil untuk memastikan bahwa pergerakan
kita tidak membahayakan orang lain. Coba bayangkan bagaimana jadinya jika dalam
mengendarai mobil, kita lebih banyak memandangi kaca spion. Demikianlah
perumpamaan orang-orang yang terlalu banyak meratapi masa lalu. Dia akan
mencelakakan dan menggangu orang di sekitarnya.
Sebuah pepatah mengatakan, “Manusia hanya
bisa berencana, Tuhanlah yang menentukan”. Pepatah ini sangat tepat
menggambarkan bahwa Allah adalah al-Wakiil, yang selalu membantu untuk
menyelesaikan masalah-masalah kita. Inilah luar biasanya Allah, Dia mempercaya
kita untuk menjadi wakil-Nya mengelola alam semesta, namun jika kita menemukan
masalah dalam tugas tersebut, kita diperintahkan-Nya untuk meminta bantuan-Nya.
QS Ali Imran/3 : 173 menyebutkan:
Artinya:
“(yaitu) orang-orang (yang mentaati Allah
dan Rasul) yang kepada mereka ada orang-orang yang mengatakan:
"Sesungguhnya manusia telah mengumpulkan pasukan untuk menyerang kamu,
karena itu takutlah kepada mereka", Maka Perkataan itu menambah keimanan
mereka dan mereka menjawab: "Cukuplah Allah menjadi penolong Kami dan
Allah adalah Sebaik-baik Pelindung".
Selain itu dalam QS Annisa/4 : 132
Artinya:
“dan kepunyaan Allah-lah apa yang di langit dan apa yang di bumi. cukuplah
Allah sebagai Pemelihara”.
Keimanan bahwa Allah memiliki sifat
al-wakiil akan mendorong kita untuk selalu dekat kepada-Nya. Kita akan melakukan
sesuatu tanpa terlalu memikirkan hasilnya, karena tugas kita dalam hidup ini
sebenarnya adalah bekerja, berkreasi, beraktifitas. Adapun masalah hasilnya
kita serahkan kepada Allah.
Dari asma Allah al-Wakiil ini kemudian
lahirlah konsep tawakkal. Tawakkal dalam bahasa Indonesia dapat disamakan
dengan optimis, yakin bahwa Allah selalu memberikan yang terbaik untuk kita.
Dari asma Allah al-Wakiil ini pula dapat ditemukan keindahan ajaran Islam
tentang takdir. Dalam ajaran Islam dijelaskan bahwa takdir manusia semua telah
diatur oleh Allah. Rizkinya, usianya, jodohnya dan lain-lain. Kita tidak tahu
apakah akan menjadi orang kaya atau miskin, berumur panjang atau pendek, dapat
perawan/perjaka atau kakek/nenek. Karena kita tidak tahu takdir kita, maka wajib
kita untuk berikhtiar. Namun ingat, jika gagal, Allah adalah al-Wakiil. Dia
siap membantu kita menyelesaikan masalah kita. Menghadaplah kepadaNya kapanpun
kita butuh. Dimana? Kita dapat menemui dan berbincang/konsultasi dengan Allah
di ruangan khusus yang disebut tempat sujud. Masjid menjadi tempat konsultasi
kita dengan Allah berkaitan dengan laporan perkembangan tugas kita sebagai
wakil-Nya. Kapan? Jika kita ingin langsung diterima di ruangan-Nya, maka
carilah waktu dimana manusia yang lain sedang istirahat yakni pada saat tengah
malam.
4. Al-Matin
(Maha Kokoh/Kuat)
Allah memiliki asma al-Matiin artinya
Allah adalah Dzat yang Maha Kokoh dalam kekuasaan-Nya. Allah adalah Dzat yang
maha kuat dalam pendirian-Nya. Allah adalah Dzat yang maha teguh dalam janji-Nya.
Allah menjanjikan kebahagiaan dan surga
bagi hamba yang mengikuti perintah-Nya, dan Allah menjanjikan kehidupan yang
saling bermusuhan dan panas serta Nerakan bagi yang mengingkari dan menolak
aturan-aturan-Nya. Ini semua tidak akan pernah berubah sampai kapanpun, karena
Allah al-Matiin sesuai dengan QS Ad-Dzariyat/51 : 58,
Artinya:
“Sesungguhnya Allah Dialah Maha pemberi rezki yang mempunyai kekuatan lagi
sangat kokoh”.
Manusia sebagai khalifah, tentu pula
harus memiliki sifat ini. Kita harus memiliki sifat teguh, tidak gampang
tergoda dan tergoyahkan dengan harapan-harapan palsu yang mengintai dan
menggoda kita.
Manusia yang meyakini bahwa Allah
al-Matiin akan terus berusaha menjadi manusia yang teguh pendirian dalam
kebenaran, kuat kemauan untuk menjadi manfaat bagi manusia dan mahkluk Allah
yang lain.
5. Al-Jami’
(Yang Maha Mengumpulkan)
Dalam QS Ali Imran/3 ayat 9 Allah SWT
berfirman :
Artinya: "Ya Tuhan Kami,
Sesungguhnya Engkau mengumpulkan manusia untuk (menerima pembalasan pada) hari
yang tak ada keraguan padanya". Sesungguhnya Allah tidak menyalahi janji.
Jami’ berasal dari kata jama’ah yang
artinya kumpulan, lebih dari satu atau banyak. Allah bersifat al-Jami’ artinya
Allah Maha Mengumpulkan/Mempersatukan.
Selain Allah akan mengumpulkan kita nanti
pada hari kiamat. Allah al-Jami’ juga dapat kita buktikan dalam kehidupan ini.
Coba kita amati sistem tata surya, adakah yang mampu mengumpulkan matahari,
planet, asteroid, bintang, dan benda langit lainnya menjadi satu kesatuan
sistem yang harmonis? Atau kita perhatikan kehidupan di laut. Didalamnya hidup
berbagai jenis makhluk yang Allah kumpulkan menjadi sebuah ekosistem laut yang
saling berhubungan dan saling membutuhkan? Subhanallah !.
Itulah asma Allah al-Jami’.
Ada dua pelajaran yang dapat kita petik dari asma Allah al-Jami’.
Pertama Allah akan mengumpulkan dan
meminta pertanggungjawaban kita nanti pada hari Akhir. Maka sudah siapkah kita
mempertanggungjawabkan tugas kita sebagai khalifah di muka bumi ini?
Kedua, sebagai khalifah, manusia yang
dipercaya Allah untuk mengatur kehidupan alam semesta ini. Kita harus
membumikan al-Jami’ dalam kehidupan. Kita harus menjadi katalisator untuk
terbentuknya persatuan dan kesatuan mahkluk-makhluk Allah sehingga menjadi satu
kesatuan sIstem kehidupan yang harmonis dan saling membutuhkan. Bayangkan jika
kelompok katak sawah mengasingkan diri, tidak mau menyatu karena kepentingannya
dalam sebuah ekosistem sawah. Maka akan matilah seluruh burung elang, karena
katak sawah mengingkari tugas sebagai makhluk yang Allah cipatakan sebagai
makanan burung elang. Akibat dari pengingkaran katak sawah tersebut, maka
hancurlah ekosistem sawah yang harmonis tersebut.
Dari sifat al-Jami’-lah yang Allah
tampakkan dalam rantai makanan dan ekosistem sawah, pelajaran berharga untuk
kita sebagai khalifah. Jagalah persatuan dan kesatuan sistem kehidupan,
bertanggungjawablah pada tugas dan fungsi masing-masing. Jangan merasa diri
yang paling baik dan paling benar. Karena hanya Allah yang bisa memutuskan mana
yang benar dan mana yang salah. Jangan sok tahu dengan menghakimi orang lain
salah, dan kemudian kita menarik diri dari tugas dan fungsi kita dalam system
kehidupan. Bukankah Allah berfirman :
Artinya:
11. Hai orang-orang yang beriman,
janganlah sekumpulan orang laki-laki merendahkan kumpulan yang lain, boleh Jadi
yang ditertawakan itu lebih baik dari mereka. dan jangan pula sekumpulan
perempuan merendahkan kumpulan lainnya, boleh Jadi yang direndahkan itu lebih
baik. dan janganlah suka mencela dirimu sendiri dan jangan memanggil dengan
gelaran yang mengandung ejekan. Seburuk-buruk panggilan adalah panggilan fasik
setelah beriman dan Barangsiapa yang tidak bertobat, Maka mereka Itulah
orang-orang yang zalim. (QS Al-Hujuraat/49:11)
Sebagai wakil dari al-Jami’ mari kita
menjadi pemersatu dari segala unsur kehidupan ini agar menjadi sebuah kehidupan
yang harmonis dan indah.
6. Al-‘Adl (Maha Adil)
Dalam QS.
Al-Baqarah/2 ayat 216 Allah SWT berfirman :
Artinya: ”…. boleh Jadi kamu membenci
sesuatu, Padahal ia Amat baik bagimu, dan boleh Jadi (pula) kamu menyukai
sesuatu, Padahal ia Amat buruk bagimu; Allah mengetahui, sedang kamu tidak
mengetahui”.
Allah bersifat al-Adlu artinya yang Maha
Adil. Menurut kamus besar bahasa Indonesia ; adil adalah sama berat; tidak
berat sebelah; tidak memihak. Maksud Allah memiliki sifat adil adalah bahwa
Allah adalah Dzat yang memelihara kewajaran atas berlanjutnya eksistensi.
Di manakah letak keadilan Allah ketika
dihadapkan pada kenyataan bahwa ada yang kaya dan ada yang miskin?. Gugatan
inilah yang sering muncul pada orang-orang tidak beruntung secara finansial.
Allah memiliki hari Akhir, waktu dan
tempat manusia mempertanggungjawabkan tugas mereka sebagai khalifah. Untuk
memahami adil-Nya Allah mari kit baca ilustrasi berikut:
Ada dua orang bawahan yang ditugaskan
oleh atasannya untuk membangun sebuah perkampungan. Sebut saja A dan B. Si A
hanya dibekali oleh atasannya pengetahuan tentang bagaimana cara membangun
perkampungan. Sementera si B dibekali oleh atasannnya fasilitas yang memadai,
diantaranya uang, mobil dan lain-lain.
Setelah masa kontraknya selesai, kedua
karyawan tersebut dipanggil oleh atasannya. Keduanya harus
mempertanggungjawabkan tugas masing-masing. Jika kita menjadi atasan si A dan
si B, apakah pertanyaan yang diajukan kepada keduanya sama? Apakah yang harus
dipertanggungjawabkan keduanya sama? Ya. Tentu akan berbeda. Si B akan mendapat
pertanyaan dan pertanggungjawaban yang berat karena dia harus
mempertanggungjawabkan penggunaan uang, mobil dan fasilitas-fasilitas lain.
Sementara si A hanya akan ditanya tentang ilmu yang dia manfaatkan.
Adilkah si atasan jika membebani
pertanggungjawaban yang sama kepada kedua bawahannya?
Demikian
pula dengan hidup kita, Allah akan meminta pertanggungjawaban segala apapun
yang Allah titipkan/bekalkan kepada kita. Kita yang diberi keleluasaan rizki
janganlah merasa bahwa itu semua hadiah, bukan! Itu adalah titipan yang
dipercayakan kepada kita untuk digunakan membangun sarana dan prasarana umum
yang digunakan oleh umat. Bersyukurlah, bahwa golongan ini dipilih oleh Allah
dengan ujian syukur. Jika bersyukur, maka akan Allah tambahkan, namun
jika ingkar terhadap tugas maka siksa Allah sangat pedih.
Bagi yang diberi kesempitan/kesederhanaan
rizki, jangan menggugat! Karena yakinlah kita yang diberi kesederhanaan rizki
adalah golongan yang dipilih oleh Allah dengan ujian sabar. Barang siapa
yang bersabar, maka dia akan naik derajat dan menjadi orang yang berbahagia.
Bagaimana tidak berbahagia, disaat pertanggungjawaban di akhirat, orang-orang
miskin ini tidak akan banyak pertanyaan dari Allah. Orang-orang miskin ini
hanya akan mempertanggungjawabkan umur mereka.
Dalam QS. Al-Zalzalah/99 : 6-8 Allah
berfirman :
Artinya:
6. pada hari itu manusia ke luar dari
kuburnya dalam Keadaan bermacam-macam, supaya diperlihatkan kepada mereka
(balasan) pekerjaan mereka,
7. Barangsiapa yang mengerjakan kebaikan
seberat dzarrahpun, niscaya Dia akan melihat (balasan)nya.
8. dan Barangsiapa yang mengerjakan
kejahatan sebesar dzarrahpun, niscaya Dia akan melihat (balasan)nya pula.
Itulah bukti bahwa Allah Maha Adil. Hanya
ada dua jurus untuk menjalani hidup ini. Syukur bagi yang beruntung, dan sabar
bagi yang belum beruntung. Dan ingat syukur dan sabar adalah alat uji Allah
kepada wakill-Nya. Agar Dia dapat mengukur siapakah diantara hamba-Nya yang
paling bertakwa.
Sebagai wakil-Nya, kita harus berlaku
adil sebagai mana titah Allah berikut:
Artinya:
“Hai orang-orang yang beriman hendaklah kamu Jadi orang-orang yang selalu
menegakkan (kebenaran) karena Allah, menjadi saksi dengan adil. dan janganlah
sekali-kali kebencianmu terhadap sesuatu kaum, mendorong kamu untuk Berlaku
tidak adil. Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada takwa. dan
bertakwalah kepada Allah, Sesungguhnya Allah Maha mengetahui apa yang kamu
kerjakan”. (QS Al-Maidah/5:8)
7. Al-Akhir (Maha Akhir)
Allah Al-Akhir artinya Allah adalah Dzat
yang paling akhir dibandingkan selainNya. QS Al-Hadiid/57:3
Artinya: “Dialah yang Awal dan yang
akhir yang Zhahir dan yang Bathin; dan Dia Maha mengetahui segala sesuatu”.
Bagi
manusia yang mempercayai bahwa Allah al-Akhir, dia akan memanfaatkan umurnya
semasa hidup untuk menjadi abdi Allah. Ia akan bekerja semaksimal mungkin
memanfaatkan segala yang dia miliki untuk menjalankan perintah Allah. Karena
dia sadar bahwa ada dzat yang Maha Akhir yang akan menjadi titik akhir dari
kehidupan ini. Setiap manusia tidak akan lepas dari pertanggungjawaban tugasnya
sebagai makhluk kepercayaan Allah, pemimpin di muka bumi ini.
Perilaku Mulia Pemahaman Asmaul Husna
Setelah mempelajari keimanan kepada Allah Swt. melalui sifat-sifatnya dalam al-Asmā’u al-Husnā, sebagai orang yang beriman, kita wajib merealisaikannya
agar memperoleh kebahagiaan hidup di dunia dan di akhirat. Perilaku yang
mencerminkan sikap memahami al-Asmā’u al-Husnā, tergambar dalam aktivitasaktifitas
berikut.
1. Menjadi orang yang dermawan
Sifat dermawan adalah sifat Allah Swt. al-Karim (Maha Pemurah), sehingga
sebagai wujud keimanan tersebut, kita harus menjadi orang yang pandai
membagi kebahagiaan kepada orang lain baik dalam bentuk harta atau bukan.
Wujud kedermawanan tersebut misalnya seperti berikut.
a. Selalu menyisihkan uang jajan untuk kotak amal setiap hari Jum’at yang diedarkan oleh petugas Rohis.
b. Membantu teman yang sedang dalam kesulitan.
c. Menjamu tamu yang datang ke rumah sesuai dengan kemampuan.
2. Menjadi orang yang jujur dan dapat memberikan rasa aman
Wujud dari meneladani sifat Allah Swt al-Mu’m³n adalah seperti berikut.
a. Menolong teman/orang lain yang sedang dalam bahaya atau ketakutan.
b. Menyingkirkan duri, paku, atau benda lain yang ada di jalan yang dapat membahayakan pengguna jalan.
c. Membantu orang tua atau anak-anak yang akan menyeberangi jalan raya.
3. Senantiasa bertawakkal kepada Allah Swt.
Wujud dari meneladani sifat Allah Swt. al-Wak³l dapat berupa hal-hal berikut.
a. Menjadi pribadi yang mandiri, melakukan pekerjaan tanpa harus merepotkan orang lain.
b. Bekerja/belajar dengan sunguh-sungguh karena Allah Swt. tidak akan mengubah nasib seseorang apabila orang tersebut tidak mau berusaha.
4. Menjadi pribadi yang kuat dan teguh pendirian
Perwujudan meneladani dari sifat Allah Swt. al-Mat³n dapat berupa hal-hal berikut.
a. Tidak mudah terpengaruh oleh rayuan atau ajakan orang lain untuk melakukan perbuatan tercela.
b. Kuat dan sabar dalam menghadapi setiap ujian dan cobaan yang dihadapi.
5. Berkarakter pemimpin
Pewujudan meneladani sifat Allah Swt. al-Jāmi’, di antaranya seperti berikut.
a. Mempersatukan orang-orang yang sedang berselisih.
b. Rajin melaksanakan śalat berjama’ah.
c. Hidup bermasyarakat agar dapat memberikan manfaat kepada orang lain.
6. Berlaku adil
Perwujudan meneladani sifat Allah Swt. al-‘Adl misalnya seperti berikut.
a. Tidak memihak atau membela orang yang bersalah, meskipun orang tersebut saudara atau teman kita.
b. Menjaga diri sendiri, orang lain, dan lingkungan sekitar dari kezaliman.
7. Menjadi orang yang bertakwa
Meneladani sifat Allah Swt. al-Ākhir adalah dengan cara seperti berikut.
a. Selalu melaksanakan perintah Allah Swt. seperti śalat lima waktu, patuh dan hormat kepada orang tua dan guru, puasa, dan kewajiban lainnya.
b. Meninggalkan dan menjauhi semua larangan Allah Swt. seperti mencuri,
c. minum-minuman keras, berjudi, pergaulan bebas, melawan orang tuadan larangan lainnya.
No comments:
Post a Comment