Penelitian menggunakan teknologi canggih tentang pencitraan otak seperti tomografi emişi positron dan pencitraan resonansi magnetic, berhasil mengungkap perbedaan pola gambar otak orang yang memaafkan dan yang tidak memaafkan. Orang yang tidak memaafkan terkait erat dengan sikap marah yang berdampak pada penurunan fungsi kekebalan tubuh. Mereka yang tidak memaafkan memiliki aktivitas otak yang sama dengan Otak orang yang sedang stres, marah, dan melakukan penyerangan (agresif).
Demikian pula, ada ketidaksamaan aktivitas hormon dan keadaan darah si pemaaf dibandingkan dengan si pendendam atau si pemarah. Pola hormon dan komposisi zat kimia dalam darah orang yang tidak memaafkan bersesuaian dengan pola hormon emosi negatif yang berkaitan dengan keadaan stres. Sikap tidak memaafkan cenderung mengarah pada tingkat kekentalan darah yang lebih tinggi. Keadaan hormon dan darah sebagaimana dipicu sikap tidak memaafkan berdampak buruk pada kesehatan.
Raut wajah, daya hantar kulit, dan detakjantungjuga diteliti ilmuwan dalam kaitannya dengan sikap memaafkan. Sikap tidak memaafkan memiliki tingkat penegangan otot alis mata lebih tinggi, daya hantar kulit lebih tinggi, dan tekanan darah lebih tinggi. Sebaliknya, sikap memaafkan meningkatkan pemulihan penyakit jantung dan pembuluh darah.
Kesimpulannya, sikap tidak mau memaafkan berdampak buruk pada kesehatan. Hal ini akan memperhebat reaksi jantung dan pembuluh darah di saat sang penderita mengingat peristiwa buruk yang dialami. Sebaliknya, sikap memaafkan berperan sebagai penyangga yang dapat menekan reaksi jantung dan pembuluh darah sekaligus memicu pemunculan tanggapan emosi positif yang menggantikan emosi negatif.
( Sumber: Penelitian: Memaafkan Mendatangkan Kesehatan - Hidayatullah.com)
No comments:
Post a Comment